Sudah Besar, Boleh Cengeng (?)

Sayangku,

Lini masa dunia mayaku kemarin pun hari ini nampak berbeda. Ada ucap bela sungkawa berlarian di sana. Ah..kau pasti bingung siapa yang mengirim surat pagi-pagi begini. Perkenalkan, aku adalah manusia asing yang tak kau kenal. Aku adalah manusia biasa yang hadir seuntara mengusung kata. Tak perlu mencari tahu siapa karena belum tentu kita akan berjabat tangan sekadar menyebut nama. Aku menulis surat ini setelah selesai membaca surat yang kau tulis kemarin. Tidak ada air mata, hanya hela nafas saja lalu kemudian aksara-aksara ini bermunculan tanpa diduga.

Sayangku,

Kalimat penghiburan apa yang bisa melegakan ketika menghadapi sebuah perpisahan? Rasanya tak ada. Semuanya terasa salah. Sebuah kalimat “turut berduka” tak akan pernah melegakan asa yang sedang berupaya tegar. Sendiri tak pernah menjadi keadaan mudah. Ah..jangan kau katakan sendiri, sayang. Ada frasa yang terus berlompatan di dalam rasa, yang terkadang enggan meninggalkan meski telah larut malam. Ada “anak” yang baru saja kau lahirkan, bahkan katamu “adik” nya akan tiba dalam rentang waktu tak lama. Ada manusia-manusia yang mendadak datang di depan mata di saat kau tak mengharapkan mereka. Masihkah kau merasa sendiri di sana?

Sayangku,

Sedih adalah hak semua orang. Menangis pun sama. Pernah suatu waktu ketika merasa kosong, aku tak segan menitikkan air mata sendirian. Terkadang untuk sebab entah. Ketika menutup kuat-kuat telinga tak cukup membungkam keriuhan kenangan yang menghujani kepala atau kandasnya sebuah ekspektasi menjadi debu ilusi. Hingga akhirnya ada bening menyaput kedua bola mata lagi. Menangis selalu memberi sedikit lega sesudahnya. Sama halnya sebuah pelukan. Dalam petikan suratku kepadamu, aku mencoba menunaikan sebuah harapan yang pernah kudengungkan beberapa bulan lalu untuk memberi pelukan lebih sering, lebih lama, pada siapa saja, pada seorang asing sekalipun. Sesungguhnya pelukan tak perlu dalam rupa rentang kedua lengan yang merengkuh pundak bukan? Jadi puaskan saja menangismu dalam pelukan aksaraku yang senyatanya ada kukirimkan kepadamu di sana.

Sayangku,

Kamu memang cengeng. Sudah besar, masih juga suka menangis. Sudah besar, boleh cengeng. Boleh cengeng? Boleh. Dan itu tidak payah kok :”)

Jakarta, 4 Februari 2014

Dari aku,

Manusia cengeng, sentimentil pula

About francessa

penglihat alam dan manusia serta pengagum pagi menawan. kicau kecilnya dapat kau baca di @francessa__ #KicauKecilTantina. menukar sapa pada studiokausa@gmail.com
This entry was posted in Uncategorized and tagged , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Sudah Besar, Boleh Cengeng (?)

  1. gembrit says:

    like always, it’s nice… 🙂

Leave a comment